AQIDAH
A. Pengertian
Aqidah
1. Pengertian
Aqidah Secara Bahasa (Etimologi) :
Kata
"‘aqidah" diambil dari kata dasar "al-‘aqdu" yaitu ar-rabth(ikatan), al-Ibraam (pengesahan), al-ihkam(penguatan), at-tawatstsuq(menjadi
kokoh, kuat), asy-syaddu biquwwah(pengikatan dengan kuat),at-tamaasuk(pengokohan)
dan al-itsbaatu(penetapan). Di antaranya juga mempunyai arti al-yaqiin(keyakinan)
dan al-jazmu(penetapan).
"Al-‘Aqdu" (ikatan) lawan kata dari al-hallu(penguraian, pelepasan). Dan kata tersebut diambil
dari kata kerja: " ‘Aqadahu" "Ya'qiduhu" (mengikatnya),
" ‘Aqdan" (ikatan sumpah), dan " ‘Uqdatun Nikah" (ikatan
menikah). Allah Ta'ala berfirman, "Allah tidak menghukum
kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi
dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja ..." (Al-Maa-idah : 89).
Aqidah
artinya ketetapan yang tidak ada keraguan pada orang yang mengambil keputusan.
Sedang pengertian aqidah dalam agama maksudnya adalah berkaitan dengan
keyakinan bukan perbuatan. Seperti aqidah dengan adanya Allah dan diutusnya
pada Rasul. Bentuk jamak dari aqidah adalah aqa-id. (Lihat kamus bahasa:
Lisaanul ‘Arab, al-Qaamuusul Muhiith dan al-Mu'jamul Wasiith: (bab: ‘Aqada).
Jadi
kesimpulannya, apa yang telah menjadi ketetapan hati seorang secara pasti
adalah aqidah; baik itu benar ataupun salah.
2. Pengertian
Aqidah Secara Istilah (Terminologi)
Yaitu
perkara yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa menjadi tenteram karenanya,
sehingga menjadi suatu kenyataan yang teguh dan kokoh, yang tidka tercampuri
oleh keraguan dan kebimbangan.
Dengan kata
lain, keimanan yang pasti tidak terkandung suatu keraguan apapun pada orang
yang menyakininya. Dan harus sesuai dengan kenyataannya; yang tidak
menerima keraguan atau prasangka. Jika hal tersebut tidak sampai pada singkat
keyakinan yang kokoh, maka tidak dinamakan aqidah. Dinamakan aqidah, karena
orang itu mengikat hatinya diatas hal tersebut.
B. Ruang Lingkup
1.
Ilahiah, yaitu
pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan ilah (Tuhan), seperti
wujud Allah, nama-nama dan sifat-sifat Allah, perbuatan-perbuatan (af’al)
Allah, dan lain-lain.
2.
Nubuwwah, yaitu
pembahasan tentang segala sesuatu mukjizat, dan sebagainya yang berhubungan
dengan nabi dan rasul, termasuk pembicaraan mengenai kitab-kitab Allah, dan
sebagainya.
3.
Ruhaniah, yaitu
pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisik,
seperti malaikat, jin, iblis, setan, dan ruh.
4.
Sam’iyah, yaitu
pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui melalui sami, yakni
dalil naqli berupa Al-Qur’an dan As-Sunah, seperti alam barzakh, akhirat, azab
kubur dan sebagainya.
Di samping sistematika di atas,
pembahasan aqidah bisa juga mengikuti sistematika arkanul iman (Rukun Iman),
yaitu : Iman Kepada Allah, Malaikat, Kitab-Kitab Suci, Nabi dan Rasul, Hari
Akhir, serta Qada’ dan Qadar.
C. Dalil-dalil tentang Aqidah
قُلْ مَنْ
يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمْ مَنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ
وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ
مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ
الْأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ
“Katakanlah (kepada
mereka yang berbuat kemusyirikan kepada Allah) siapakah yang memberi rezki
kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan dan
menguasai) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang
hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah
yang mengatur segala urusan?” Maka mereka akan menjawab: “Allah.” Maka
katakanlah “Mangapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya)?”. (QS : Yunus [10] :
31)
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
“Ketahuilah/ilmuilah
bahwasanya Laa Ilaha Illalah”.(QS : Muhamad [47] : 19).
إِلَّا مَنْ شَهِدَ بِالْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
“Kecuali yang
bersaksi terhadap Laa Ilaha Illalah dan mereka mengetahuinya”.(QS :
Zukhruf [47] : 86).
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ
رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ
“Tidaklah kami
mengutus seorang Rosul/utusan sebelummu kecuali kami wahyukan kepadanya
bahwasanyatidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Aku
(Allah) maka bertauhidlah pada Ku (Allah)”. (QS : Al
Anbiya’ [21] : 25).
D. Kaidah Aqidah
Untuk lebih memahami bagaimana fitrah dan akal
berperan dalam menerima masalah aqidah, berikut adalah uraian secara ringkas
beberapa kaidah aqidah yang diambil dari buku “Ta’rif Am bi Dinil
Islam, fasal Qaqaa’idul ‘Aqaid dari Syeikh Ali Thanthawi:
1. Semua hal yang ditangkap oleh alat indra
kita, kita yakini keberadaannya atau kebenarannya. Kecuali bila akal kita
menafsirkan sebaliknya berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang telah kita
dapatkan mengenai kebenaran hal itu.
Contohnya,
saat kita melihat pohon-pohon dari jendela kereta yang berjalan maka
seolah-olah pohon-pohon di luar kereta bergerak. Hal ini karena otak kita
menafsirkan demikian. Namun, setelah kita mengetahui bahwa yang bergerak adalah
kereta dan bukan pohon-pohon diluar maka selanjutnya otak kita akan menafsirkan
bahwa pohon-pohon tidk bergerak.
2. Keyakinan juga dapat diperoleh dari berita yang
dibawa oleh si pembawa berita yang diyakini akan kejujurannya.
Banyak hal
yang kita ketahui hanya berdasarkan cerita orang lain tanpa kita harus
mengalaminya sendiri. Contoh kita dapat mengetahui bahwa kutub utara itu dingin
dan bersalju hanya dengan membaca, melihat foto, dan menonton video tanpa harus
datang langsung mengalami ke kutub utara. Begitu cerit-cerita sejarah jaman
dahulu. Kita dapat mengetahuinya hanya dari cerita-cerita sejarawan yang kita
yakini kredibelitasnya dalam ilmu sejarah.
3. Sesorang tidak berhak memungkiri wujud sesuatu,
hanya karena alat inderanya tidak dapat menjangkaunya.
Contoh, kita
tidak berhak memungkiri bahwa di permukaan kulit kita hidup banyak bakteri.
Mata kita tidak dapat melihanya secara langsung. Harus menggunakan alat bantu
berupa mikroskop. Nah, kita tidak berhak memungkiri bahwa tidak ada bakteri di
kulit kita saat kita melihatnya dengan mata telanjang.
4. Seseorang hanya bisa mengkhayalkan tentang sesuatu
hal yang sudah pernah dijangkau oleh alat inderanya. Manusia tidak akan bisa
mengkhayal sesuatu yang belum pernah dilihat/didengar/diransakannya. Walaupun
khayalan fiktif, pasti khayalan itu terbentuk dari unsur-unsur yang pernah
dilihat/didengarkan/dirasakan sebelumnya. Contoh ketika kita membayangkan
kecantikan seseorang pasti kita menggabungkan hal-hal yang bersifat cantik yang
pernah kita lihat.
5. Akal hanya bisa menjangkau hal-hal yang
terikat dengan ruang dan waktu.
Akal hanya
bisa menjelaskan kapan dan dimana terjadinya suatu peristiwa hanya jika
peristiwa itu terjadi terlebih dahulu.
6. Iman adalah fitrah setiap manusia.
Pada saat
seseorang, sorang atheis pun, dalam keadaan kritis dalam menghadapi
permasalahan hidup, fitrahnya akan menuntun dia untuk meminta pertolongan
kepada suatu Zat Yang Masa Besar, Tuhan.
7. Kepuasan material di dunia sangat terbatas.
Manusia
tidak akan pernah puas dengan materi. Jika sudah punya sepeda, ingin sepeda
motor, Jika sudah punya sepeda motor ingin mobil. Begitu seterusnya.
8. Keyakinan tentang hari akhir adalah
konsekuensi logis dari keyakinan tentang adanya Allah
Allah Maha
Adil. Semua perbuatan manusia pasti akan mendapat balasan yang setimpal dari
Allah. Kalau tidak ada hari akhir (akhirat), bisakah kita merasa keadilan Allah
terlaksana hanya di dunia?
E. Fungsi Aqidah
Aqidah memiliki beberapa fungsi
antara lain:
1. Mempertebal
keimanan kita terhadap Allah SWT
2. Sebagai pondasi untuk mendirikan bangunan Islam.
3. Merupakan awal dari akhlak yang mulia. Jika seseorang
memiliki aqidahyang kuat pasti akan melaksanakan ibadah dengan tertib, memiliki
akhlak yang mulia, dan bermu’amalat dengan baik.
No comments:
Post a Comment