Pages

Tuesday, March 24, 2015

Pengertian Aqidah

AQIDAH
A.      Pengertian Aqidah
1.      Pengertian Aqidah Secara Bahasa (Etimologi) :

Kata "‘aqidah" diambil dari kata dasar "al-‘aqdu" yaitu ar-rabth(ikatan), al-Ibraam (pengesahan), al-ihkam(penguatan), at-tawatstsuq(menjadi kokoh, kuat), asy-syaddu biquwwah(pengikatan dengan kuat),at-tamaasuk(pengokohan) dan al-itsbaatu(penetapan). Di antaranya juga mempunyai arti al-yaqiin(keyakinan) dan al-jazmu(penetapan).
"Al-‘Aqdu" (ikatan) lawan kata dari al-hallu(penguraian, pelepasan). Dan kata tersebut diambil dari kata kerja: " ‘Aqadahu" "Ya'qiduhu" (mengikatnya), " ‘Aqdan" (ikatan sumpah), dan " ‘Uqdatun Nikah" (ikatan menikah). Allah Ta'ala berfirman, "Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja ..." (Al-Maa-idah : 89).
Aqidah artinya ketetapan yang tidak ada keraguan pada orang yang mengambil keputusan. Sedang pengertian aqidah dalam agama maksudnya adalah berkaitan dengan keyakinan bukan perbuatan. Seperti aqidah dengan adanya Allah dan diutusnya pada Rasul. Bentuk jamak dari aqidah adalah aqa-id. (Lihat kamus bahasa: Lisaanul ‘Arab, al-Qaamuusul Muhiith dan al-Mu'jamul Wasiith: (bab: ‘Aqada).
Jadi kesimpulannya, apa yang telah menjadi ketetapan hati seorang secara pasti adalah aqidah; baik itu benar ataupun salah.

2.      Pengertian Aqidah Secara Istilah (Terminologi)
Yaitu perkara yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa menjadi tenteram karenanya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang teguh dan kokoh, yang tidka tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan.
Dengan kata lain, keimanan yang pasti tidak terkandung suatu keraguan apapun pada orang yang  menyakininya. Dan harus sesuai dengan kenyataannya; yang tidak menerima keraguan atau prasangka. Jika hal tersebut tidak sampai pada singkat keyakinan yang kokoh, maka tidak dinamakan aqidah. Dinamakan aqidah, karena orang itu mengikat hatinya diatas hal tersebut.

B. Ruang Lingkup
1.    Ilahiah, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan ilah (Tuhan), seperti wujud Allah, nama-nama dan sifat-sifat Allah, perbuatan-perbuatan (af’al) Allah, dan lain-lain.
2.    Nubuwwah, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu mukjizat, dan sebagainya yang berhubungan dengan nabi dan rasul, termasuk pembicaraan mengenai kitab-kitab Allah, dan sebagainya.
3.    Ruhaniah, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisik, seperti malaikat, jin, iblis, setan, dan ruh.
4.    Sam’iyah, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui melalui sami, yakni dalil naqli berupa Al-Qur’an dan As-Sunah, seperti alam barzakh, akhirat, azab kubur dan sebagainya.
Di samping sistematika di atas, pembahasan aqidah bisa juga mengikuti sistematika arkanul iman (Rukun Iman), yaitu : Iman Kepada Allah, Malaikat, Kitab-Kitab Suci, Nabi dan Rasul, Hari Akhir, serta Qada’ dan Qadar.

C. Dalil-dalil tentang Aqidah

قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمْ مَنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ 

مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ
“Katakanlah (kepada mereka yang berbuat kemusyirikan kepada Allah) siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan dan menguasai) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?” Maka mereka akan menjawab: “Allah.” Maka katakanlah “Mangapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya)?”. (QS : Yunus [10] : 31)


فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
“Ketahuilah/ilmuilah bahwasanya Laa Ilaha Illalah”.(QS : Muhamad [47] : 19).

إِلَّا مَنْ شَهِدَ بِالْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
“Kecuali yang bersaksi terhadap Laa Ilaha Illalah dan mereka mengetahuinya”.(QS : Zukhruf [47] : 86).
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ
Tidaklah kami mengutus seorang Rosul/utusan sebelummu kecuali kami wahyukan kepadanya bahwasanyatidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Aku (Allah) maka bertauhidlah pada Ku (Allah)”. (QS : Al Anbiya’ [21] : 25).

D.  Kaidah Aqidah

Untuk lebih memahami bagaimana fitrah dan akal berperan dalam menerima masalah aqidah, berikut adalah uraian secara ringkas beberapa kaidah aqidah yang diambil dari buku “Ta’rif Am bi Dinil Islam, fasal Qaqaa’idul ‘Aqaid  dari Syeikh Ali Thanthawi:

1.  Semua hal yang ditangkap oleh alat indra kita, kita yakini keberadaannya atau kebenarannya. Kecuali bila akal kita menafsirkan sebaliknya berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang telah kita dapatkan mengenai kebenaran hal itu.
Contohnya, saat kita melihat pohon-pohon dari jendela kereta yang berjalan maka seolah-olah pohon-pohon di luar kereta bergerak. Hal ini karena otak kita menafsirkan demikian. Namun, setelah kita mengetahui bahwa yang bergerak adalah kereta dan bukan pohon-pohon diluar maka selanjutnya otak kita akan menafsirkan bahwa pohon-pohon tidk bergerak.
2. Keyakinan juga dapat diperoleh dari berita yang dibawa oleh si pembawa berita yang diyakini akan kejujurannya.
Banyak hal yang kita ketahui hanya berdasarkan cerita orang lain tanpa kita harus mengalaminya sendiri. Contoh kita dapat mengetahui bahwa kutub utara itu dingin dan bersalju hanya dengan membaca, melihat foto, dan menonton video tanpa harus datang langsung mengalami ke kutub utara. Begitu cerit-cerita sejarah jaman dahulu. Kita dapat mengetahuinya hanya dari cerita-cerita sejarawan yang kita yakini kredibelitasnya dalam ilmu sejarah.
3. Sesorang tidak berhak memungkiri wujud sesuatu, hanya karena alat inderanya tidak dapat menjangkaunya.
Contoh, kita tidak berhak memungkiri bahwa di permukaan kulit kita hidup banyak bakteri. Mata kita tidak dapat melihanya secara langsung. Harus menggunakan alat bantu berupa mikroskop. Nah, kita tidak berhak memungkiri bahwa tidak ada bakteri di kulit kita saat kita melihatnya dengan mata telanjang.
4. Seseorang hanya bisa mengkhayalkan tentang sesuatu hal yang sudah pernah dijangkau oleh alat inderanya. Manusia tidak akan bisa mengkhayal sesuatu yang belum pernah dilihat/didengar/diransakannya. Walaupun khayalan fiktif, pasti khayalan itu terbentuk dari unsur-unsur yang pernah dilihat/didengarkan/dirasakan sebelumnya. Contoh ketika kita membayangkan kecantikan seseorang pasti kita menggabungkan hal-hal yang bersifat cantik yang pernah kita lihat.
5.  Akal hanya bisa menjangkau hal-hal yang terikat dengan ruang dan waktu.
Akal hanya bisa menjelaskan kapan dan dimana terjadinya suatu peristiwa hanya jika peristiwa itu terjadi terlebih dahulu.
6.  Iman adalah fitrah setiap manusia.
Pada saat seseorang, sorang atheis pun, dalam keadaan kritis dalam menghadapi permasalahan hidup, fitrahnya akan menuntun dia untuk meminta pertolongan kepada suatu Zat Yang Masa Besar, Tuhan.
7.  Kepuasan material di dunia sangat terbatas.
Manusia tidak akan pernah puas dengan materi. Jika sudah punya sepeda, ingin sepeda motor, Jika sudah punya sepeda motor ingin mobil. Begitu seterusnya.
8. Keyakinan tentang hari akhir adalah konsekuensi logis dari keyakinan tentang adanya Allah
Allah Maha Adil. Semua perbuatan manusia pasti akan mendapat balasan yang setimpal dari Allah. Kalau tidak ada hari akhir (akhirat), bisakah kita merasa keadilan Allah terlaksana hanya di dunia?




E. Fungsi Aqidah
Aqidah memiliki beberapa fungsi antara lain:
1.      Mempertebal keimanan kita terhadap Allah SWT
2.      Sebagai pondasi untuk mendirikan bangunan Islam.
3.      Merupakan awal dari akhlak yang mulia. Jika seseorang memiliki aqidahyang kuat pasti akan melaksanakan ibadah dengan tertib, memiliki akhlak yang mulia, dan bermu’amalat dengan baik.


No comments:

Post a Comment